Senin, 30 Maret 2015

PT. FREEPORT INDONESIA


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) merupakan konstitusi Negara Republik Indonesia. Konstitusi, dengan berbagai pengertian menurut para ahli, adalah aturan-aturan dasar yang melandasi segala macam peraturan perundang-undangan yang berlaku di suatu negara. Di dalam suatu negara, konstitusi bertujuan diantaranya adalah untuk membatasi pemerintah dan pejabat lainnya agar tidak sewenang –wenang dalam bertindak dan merugikan rakyat. Selain itu, konstitusi juga bertujuan melindungi Hak Asasi Manusia penduduknya agar tidak terjadi pelanggaran. Kemudian yang terpenting lagi adalah, konstitusi merupakan pedoman bagi para pejabat negara untuk menyelenggarakan negara.

Indonesia di dalam perjalanan hidupnya telah menjadikan UUD 1945 sebagai konstitusi negara selama masa orde lama dan orde baru. Era reformasi yang dimulai pada tahun 1998 memunculkan tuntutan dari masyarakat Indonesia untuk melakukan perubahan terhadap UUD 1945. Perubahan ini dikarenakan UUD 1945 dinilai masih memiliki banyak kekurangan, seperti menimbulkan tidak adanya saling mengawasi dan saling mengimbangi antar lembaga negara, ada pasal yang menimbulkan multitafsir, belum adanya aturan baku mengenai Hak Asasi Manusia, serta membuka peluang terjadinya penyelenggaraan negara yang otoriter.

Konstitusi negara yang telah diubah telah memberikan perubahan yang signifikan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. banyak sekali pencapaian bangsa Indonesia yang telah diraih pasca amandemen UUD 1945 seperti penegakan hukum yang lebih berkeadilan, sistem pemerintahan yang lebih demokratis, otonomi daerah yang lebih ditingkatkan, serta pengelolaan sumber daya alam yang lebih mandiri dan berkeadilan.

Salah satu perusahaan asing yang paling disorot semenjak era 90-an sampai sekarang adalah PT. Freeport McMoran Indonesia. Beberapa menulis membeberkan betapa dahsyatnya kerugian yang ditimbulkan oleh persahaan tambang asing yang sudah puluhan tahun bercokol di Indonesia. Ini.


KEBERADAAN PT. FREEPORT

PT Freeport ini terletak di Grasberg, Papua. PT Freeport Indonesia telah melakukan eksplorasi di dua tempat di Papua, masing-masing adalah di Erstberg (sejak 1967) dan Grasberg (sejak 1988), di kawasan Tembaga Pura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.
PT Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaan pertambangan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Freeport McMoRan Copper and Gold Inc. (AS).

Perusahaan ini merupakan perusahaan penghasil emas terbesar di dunia melalui kegiatan penambangannya di Grasberg, Papua. PT Freeport McMoran Indonesia adalah perusahaan tambang paling tua yang beroperasi di Indonesia. menguasai 81,28% saham, sedangkan sisanya dikuasai oleh PT Indocopper Investama sebesar 9,36%, dan pemerintah Indonesia sebesar 9,36%. Kehadiran Freeport dapat dikatakan menjadi bencana bagi masyarakat Papua daripada berkah. Hal ini dikarenakan penambangan yang dilakukan Freeport telah menggusur ruang penghidupan suku - suku di pegunungan tengah Papua.

PT Freeport berkembang menjadi perusahaan dengan penghasilan 2,3 miliar dolar AS. Menurut Freeport, keberadaan perusahaan tersebut di Indonesia telah memberikan manfaat langsung dan tidak langsung kepada Indonesia sebesar 33 miliar dolar dari tahun 1992-2004, dengan harga emas mencapai nilai tertinggi dalam 25 tahun terakhir, yaitu 540 dolar per ons. Penambangan Freeport di Grasberg menghasilkan 5 macam barang tambang, yaitu tembaga, emas, silver, molybdenum, dan Rhenium. Emas merupakan penghasilan utama Freeport karena memang jenis tambang inilah yang konsentrasinya paling besar di lokasi tambang Grasberg.

DAMPAK-DAMPAK PT. FREEPORT
a)    Dampak PT Freeport terhadap Lingkungan
Kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh PT Freeport menyebabkan kerusakan lingkungan. Berita yang dilaporkan oleh detik.com mengatakan bahwa, 25 Anggota Komisi IV DPR-RI meninjau lingkungan sungai dan laut areal pembuangan limbah tailing (butiran pasir alami hasil pengolahan konsentrat) dari PT Freeport Indonesia di Portsite Amamapare, Timika, pada bulan November 2011. Limbah tersebut mengalir dari pertambangan ke sungai telah membuat sungai menjadi dangkal dan biota alam di sungai dan laut sekitar ikut terganggu.
Salah satu wujud dari rasa syukur yang ditunjukkan oleh para pendiri bangsa ini adalah dengan mencantumkan sebuah kalimat yang tertuang dalam pasal 33 ayat (3), yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Secara redaksional, ayat ini tidak terlalu panjang, namun didalamnya tersirat makna yang mendalam terkait dengan potensi bangsa Indonesia. Ayat ini merupakan naskah asli yang tidak diubah semenjak pertama kali dibuat pada tahun 1945. Satu hal yang terpikirkan dari naskah ini adalah, apakah mungkin para pendiri bangsa Indonesia mencantumkan pasal 33 ayat (3) ini apabila Indonesia bukan negara yang memiliki kekayaan alam melimpah? 
Selain itu di dalam pasal 33 ayat (4) juga dicantumkan bahwa salah satu prinsip perekonomian nasional yang harus selalu dijunjung tinggi dalam melaksanakan kegiatan ekonomi di Indonesia adalah prinsip berwawasan lingkungan.
Sejak PT Freeport menapakkan kakinya di Papua pada tahun 1967 sampai tahun 2011 (44 tahun), akibatnya terjadi kerusakan ekosistem serta diperkirakan Indonesia kehilangan 300.000 hektar hutan per tahun akibat penambangan ini.

b)    Dampak PT Freeport terhadap Kemanusiaan
Kegiatan penambangan PT Freeport memicu sejumlah peristiwa-peristiwa bentrok dan kerusuhan yang terjadi baik di Papua maupun di wilayah lain di Indonesia. Kerusuhan ini terjadi karena luapan rasa ketidakadilan yang dirasakan rakyat Indonesia, terutama di Papua atas kegiatan pertambangan PT Freeport. Peristiwa bentrok yang terjadi kadang sampai menimbulkan korban jiwa.
Salah satunya pada tanggal 21 Februari 2006, terjadi pengusiran terhadap penduduk setempat yang melakukan pendulangan emas dari sisa-sisa limbah produksi Freeport di Kali Kabur Wanamon. Pengusiran dilakukan oleh aparat gabungan kepolisian dan satpam Freeport. Akibat pengusiran ini terjadi bentrokan dan penembakan. Penduduk sekitar yang mengetahui kejadian itu kemudian menduduki dan menutup jalan utama Freeport di Ridge Camp, di Mile 72-74, selama beberapa hari. Jalan itu merupakan satu-satunya akses ke lokasi pengolahan dan penambangan Grasberg.
Selama 44 tahun aktivitas pertambangan PT. Freeport Indonesia di Papua telah menorehkan catatan buruk bagi penghormatan Hak Asasi Manusia (HAM) Imdonesia dimata Internasional. Yang pertama adalah hak seseorang warga negera atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Ketentuan ini terdapat dipasal 27 ayat (2) yang berbunyi sebagai berikut “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.



c)     Dampak PT Freeport terhadap Perekonomian Indonesia
Dapat dikatakan kehadiran PT Freeport di Papua menjadi bencana bagi masyarakat Papua daripada berkah. Hal ini dikarenakan penambangan yang dilakukan Freeport telah menggusur ruang penghidupan suku-suku di Papua. Pada awal mula berpijaknya PT Freeport di Indonesia, kontrak karya diatur dengan UU No 11 Tahun 1967 tentang Pertambangan dimana sebelumnya dimulai oleh UU No 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang menjadi pintu masuk inverstor asing untuk menanamkan modalnya dalam bisnis pertambangan.

Menurut ahli hukum tata negara yang juga diplomat, alm. Prof. Ismail Suny, istilah kontrak karya yang biasa dipakai di Indonesia mengandung esensi bahwa badan hukum asing yang melakukan penambangan harus bekerjasama dengan badan hukum Indonesia. Selain itu juga sifat kerjasama ini harus saling menguntungkan. Namun hal tersebut tidak terdapat di dalam kontrak karya antara PT Freeport dengan pemerintah Indonesia. Perjanjian kontrak karya di Indonesia dimulai setelah pemerintahan Orde Baru berkuasa di bawah Presiden Soeharto, dengan mengesahkan UU No 1 Tahun 1967 tentang penanaman modal asing dan UU no 11 Tahun 1967 tentang pertambangan. Kontrak karya pertama diadakan pemerintah Indonesia dengan PT Freeport untuk melakukan penambangan di Papua. Kemudian kontrak karya tersebut diperbarui pada tahun 1991. 

Pasal 18A ayat (2) berbunyi :

”Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang”.

Dari rumusan tersebut dengan jelas diketahui bahwa pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya harus diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang. Adil antara pihak asing dan swasta, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah. Masyarakat sekitar sumber daya alam tersebut juga harus merasakan keuntungan dari sumber daya alam tersebut. Sedangkan yang terjadi di Papua tidak demikian. Meskipun terdapat sumber daya emas terbesar didunia yang ada di dekat pemukiman mereka, namun warga tetap saja hidup miskin dan tidak berkecukupan. Ketika ingin meninjau dampak yang ditimbulkan akibat penambangan PT Freeport di Papua terhadap UUD 1945, satu pasal yang paling relevan tentunya adalah Pasal 33 Bab XIV tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial. Berikut adalah naskah tertulisnya :

”Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. (ayat 1)
“Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yangmenguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”. (ayat2)
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. (ayat 3)


·Tiga solusi yang diharapkan dapat menggulangi kerugian dan dampak negative yang ditimbulkan oleh PT. FreePort :
1.Pertama adalah dengan negosiasi ulang kontrak karya pertambangan antar pemerintah Indonesia dan Freeport,
2.Kedua adalah dengan mengembalikan fungsi dan tugas TNI dan Polri yang ada di Papua agar sesuai dengan UUD 1945, dan
3.Ketiga adalah dengan melakukan tindakan pemulihan dan pencegahan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan penambangan Freeport di Papua.

Daftar Pustaka :